Wednesday, September 17, 2008

The Alterations of Dreams

Postingan ini akan melanjutkan postingan gw sebelumnya yang mengenai “A Cycle Called Day” (Klik dI sini). Di dalamnya gw mengungkapkan betapa impian dan kenyataan aka beputar terus-menerus dan membentuk sebuah siklus tanpa akhir.

Nah, dalam postingan ini, gw ingin embentk ‘extended version’ dari siklus yang telah gw jelaskan itu, yaitu adalah bagaimana semua impian akan dapat diwujudkan pada waktunya. Hal ini bermula dari filosofi dasar hidup gw yang berbunyi:

“If you can DREAM it, then you can DO it!”

Gw selalu berpikir bahwa apa yang dapat kita impikan, sesuatu yang merasuki imajinasi kita, pasti dapat diwujudkan. Pasti! Tidak ada alasan bahwa sesuatu itu adalah mustahil untuk dicapai selama kita dapat memimpiannya.

Akan tetapi, bukankah dalam postingan sebelumnya gw berkata bahwa impian akan menemui seuah kenyataan di mana impian tersebut bisa tercapai atau gagal? Kenapa sekarang gw berkata bahwa emua mimpi pasti bisa dicapai? Itulah mengapa gw menyebutnya sebagai ‘extended version’. Filosofi ini adalah pengembangan dari filosofi sebelumnya.

Impian akan menentukan jalur hidup seseorang. Impianlah yang mendorong manusia untuk melakukan invensi dan inovasi. Berawal dari sebuah impian, manusia akan menciptakan sesuatu. Kemudian, kenyataan menghadang bahwa impian mereka selama ini gagal untuk dicapai. Dalam ‘Basic Version’ akan ada impian baru yang menggantikan impian tersebut dengan impian yamg mungkin lebih feasible. Dan berakhirlah impian awal kita tesebut.

Nah, gw ingin mengatakan impian tersebut, yang sejak awal ada dalam diri kita, tidak akan hilang begitu saja. Akan tetapi, saat sebuah kenyataan kegagalan menghadang diri kita, maka kita akan membentuk impian baru yang sebenarnya hanyalah sebuah perbaikan struktural dari impian awal kita. Dan jika hal tersebut gagal lai, maka akan dibentuk lagi impian baru yang dasarnya sama dan berlanjut terus sampai kita menyerah. Jika kita tidak menyerah, maka dalam waktu yang tidak bisa ditentukan, impian dasar kita akan dapat terwujud, dengan bentuk lain.

Sebagai contoh akan gw berikan ilustrasi. Dahulu kala, manusia sangat ingin terbang layaknya burung di angkasa. Kemudian, apa yang dilakukan manusia? Mula2 mereka akan membuat sayap2an dari kertas untuk kemudian dikepakkan. Ternyata gagal. Muncullah impan baru untuk terbang dengan sayap yang terbuat dari bulu burung. Dan ternyata gagal lagi. Muncullah impian baru untuk mencoba terbang dengan sayap tersebut dengan meloncat dari tempat tinggi kemudian mengepakkan sayap2an itu. Dan masih juga gagal. Impian2 yang sebenarnya hanyalah perubahan struktural dari impian dasar dan masih memiliki impian dasar yang sama, yaitu terbang, akan silih berganti menggantikan impian yang ada seiring dengan datangnya kegagalan. Sampai pada satu tahap, di mana manusia membuat dirinya terbang dengan pesawat yang berbentuk seperti capung baik tubuh dan sayapnya dengan baling2 yang diputar oleh mesin di bagian depan. Dan akhirnya, manusia pun bekelana di angkasa. Sebuah mimpi dasar yaitu terbang seperti burung tetap terwujud, hanya saja dengan wujud yang sedikit berbeda dengan impian awal tetapi memiliki hasil yang sama.

Sebenarnya, itulah yag gw maksud dengan ‘jika kita dapat memimpikannya, kita dapat mewujdkannya’. Karena, manusia adalah makhluk pemimpi ulung yang memiliki kekuatan “To turn fantasy into reality”. Manusia akan terus melakukan ‘Alterations of Dreams in reference with realities’ dalam rangka mewujudkan impian dasarnya yang masih ada dalam benaknya.

Jadi, jangan menyerah dengan mimpi kalian. Selama kita masih bisa bermimpi, kita masih bisa melakukan apa saja dalam mewujudkannya. Reality is just one way to achieve our dreams, depends on what you think about, and how you see the reality that you face. Nothing is impossible, and impossible is nothing. Don’t give up yet while you can still dream. Cuz, your dream awaits.

Dream On!
Dawn

Friday, September 12, 2008

Between Love and Hatred

Love, I must say that it is a double-edged sword. Why? Cuz, i must say that "to love held the risk of to hate".

Yes. Mencintai berarti kita semakin mendekati potensi untuk membenci. Bahkan, semakin besar cinta kita, akan semakin besar risiko kebencian yang akan dihasilkan.

Bayangkan seperti ini, kita menyukai sebuah permainan PS2. Sukaaaa banget. Lw memainkannya setiap hari, berusaha membuka rahasia2nya, berusaha menamatkannya dengan sempurna. Di saat permainan sudah 85% selesai, lengkap dengan rahasia yang berhasil lw pecahkan, tiba2 data permainan lw hilang dan lw harus memulai dari awal. Psikologis manusia akan membuatnya membenci permainan itu dan gak akan menyentuhnya hingga beberapa waktu bahkan selamanya.

Contoh lain masih soal game. Lw main game online. Dengan karakter lw yang uda level 98, equipment dahsyat dan lw dikenal sebagai salah satu legenda game online. Dan tiba2, karakter lw dihack, barang2nya dipretelin, duitnya ilank semua, dan lebih parahnya lagi, karakter yang uda lw buat susah payah itu dihapus secara kejam. Pasti lw akan cenderung malas memainkan game itu lagi.

Nah, jika diaplikasikan dengan cinta antar manusia. Bayangkan lw sangat mencintai seorang wanita. Kemudian, lw berdua uda jadian (ahl yang belum pernah gw alamin) dan lw menjalani proses pacaran yang sangat romantis sehingga lw semakin mencintainya. Tiba2 dya selingkuh. Pasti benci kan? Lw akan muak melihat wajahnya. Lw mungkin bahkan gak mau denger namanya lagi. Semua karena lw terlalu mencintainya. Pasti hasilnya akan beda kalo lw belum jadian dan dya nolak lw pas lw tembak. Gak akan sebenci itu.

Contoh lain adalah jika lw seorang pengabdi kepada negara. Lw habiskan sisa hidup lw unruk mengabdi kepada negara. Lw curahkan semua keringat lw kepada negara, Lw sangat mencintai negara itu. Tiba2 negara mengkhianati lw. Lw dikorbankan sebagai kambing hitam atas semua permasalahan yang dialami negara ini. Pengabdian lw dianggap sebagai proses penghancuran negara, seperti Wijoyo Nitisastro. Secara rasional, lw akan membenci negara lw. Membencinya karena cinta lw yang sangat besar kepada negara disia2kan begitu saja bahkan lw dihancurkan tanpa kasihan.

Begitulah. Cinta terhadap sesuatu menimbulkan sebuah risiko untuk membenci sesuatu tersebut. Tidak harus pengkhianatan. Banyak hal lain yang bisa menimbulkan kebencian. Yang jelas, semakin besar cinta, semakin besar potensi kebencian.

So, jangan terbuai oleh cinta. Cinta itu rasional dan cinta adalah sebuah logika. Terkadang kita harus menepikan romantisme, tetapi jangan sampai melupakannya. Sebagai Dawn yang dipenuhi oleh positive thinking, gw memang masih banyak dipengaruhi romantisme, tetapi setidaknya gw harus bisa menahannya dengan melihat kenyataan.

Dream On!
Dawn