Wednesday, July 23, 2008

A Glass Called Friendship

Hmm.. Ini pernah gw tulis di blog gw yg lain. Tp mgkn waktu itu krg mendalam. Nah gw ingin menginterpretasikannya lagi.

Lw semua pasti pernah dounk punya sahabat, ato mungkin saat ini lw memiliki seorang sahabat setia. Memiliki sahabat pasti sangat menyenangkan. Lw memiliki sebuah wadah untuk bisa memenuhi hidup lw, layaknya sebuah gelas di mana kita bisa manjadikannya wadah untuk mengisi air.

Nah, bagaimana jika persahabata itu hancur? Jika kita sangat menyayangi sahabat kita, maka kita pasti akan berusaha untuk memperbaikinya bukan? Memperbaiki gelas yang pecah tersebut. Tetapi, bagaimana jika kita semakin terluka saat berusaha memperbaikinya.

Persahabatan itu layaknya sebuah gelas. Terkadang, kita harus membiarkannya hancur berkeping-keping daripada tangan kita terluka saat memperbaikinya.

Ya. Tidak mudah memperbaiki sebuah persahabatan. Kita bisa saja menjadi semakin terluka jika kita memaksakan untuk memegang seluruh pecahan kaca yang tajam itu. Seperti sebuah gelas, terkadang sebaiknya kita membuang saja gelas yang sudah pecah itu dan menggantinya dengan yang baru.

Lebih jauh lagi, seperti sebuah gelas, semakin erat persahabatan, semakin sulit dikembalikan jika sudah terpecah. Gelas kaca akan mudah pecah dan pecah menjadi bagian yang besar2, sehingga mudah diperbaiki. Hanya saja, karena kita merasa gelas itu tidak cukup berharga, maka kita buang saja, seperti kita merasa bahwa teman kita ini bukanlah sahabat dekat kita, hanya teman biasa.

Tapi, bayangkan jika itu adalah gelas kristal? Sulit sekali pecah. Dibanting sekalipun belum tentu pecah berkeping-keping, Tapi bayangkan, jika gelas itu tiba2 terjatuh dan pecah berkeping-keping. Dia akan hancur menjadi bagian yang kecil-kecil karena sifat dasar kristal, dan jelas sekali akan sulit membetulkannya lagi. Dan mungkin karena gelas kristal sangatlah berharga, kita akan sedih karena kehancurannya. Itulah sahaat sejati. Jika kita benar2 bertengkar hebat hingga terputus, merasa dikhianati atau sebagainya, kita akan lebih sulit memaafkannya, dan jelas akan lebih menyakitkan saat kita berusaha memperbaikinya.

Itulah persahabatan. Apakah kita akan memperbaiki gelas itu? Semua tergantung diri kita sendiri. Maukah kita berkorban menyakiti hati kita demi mendapatkan kembali sahabat yang selalu mengisi hidup kita? Setiap orang akan berpandangan lain.

So, seperti apakah kamu?

Dreaming my way!
Dawn

1 comments:

Tristiani Yogastuti said...

hoho.terkadang memaafkan bukan berarti melupakan.kuncinya sih di seberapa besar rasa ikhlas untuk memaafkan,dg begitu mudah2n persahabatan yang hancur bisa membaik,bahkan lebih baik dari sebelumnya,walaupun susah,memang.